Allahumma sholli alaa sayyidina muhammad wa aalihi washohbihi wassalim

Marhaba Ya Syahro Romadhon Marhaban Ya syahro Syiam.

Senin, 29 November 2010

Ahlaq Dalam Pergaulan

Asssalamu’alaikum Wr. Wb.

Jangan kamu banyak bicara. Apabila hendak bicara, maka ucapkanlah kata-kata yang baik-baik saja. Bila kamu bicara, maka susunlah kata-katamu sehingga enak untuk didengar.

Simak atau dengarkan lawan bicara kita dengan penuh perhatian, sehingga akan menyenangkannya. Tunjukkan perhatian kita dengan menatapnya, jangan menoleh kearah yang lain yang menunjukkan kita kurang memperhatikannya.

Jangan putuskan pembicaraan seseorang, kecuali jika pembicaraan itu yang membuat Allah murka seperti mengumpat atau meng-ghibah seseorang. Cara kita menegurnya tentunya dengan cara yang sopan dan santun. Segala kata yang haram diucapkan, maka haram pula untuk didengarkan.

Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, apabila seseorang sudah tobat dari dosa ghibah, maka ia akan masuk surga paling terakhir. Dalam sebuah hadist Rasullah pernah berkata: “Ghibah lebih dahsyat dari pada zina.”

Siapa yang memasukkan kedalam perutnya makanan-makanan yang berlebihan, maka ia akan mengelurkan kata-kata yang berlebihan pula dari mulutnya.

Jangan kamu mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan hati seseorang. Terkadang bala dapat datang dari ucapan kita sendiri. Hati-hati jangan mencampuri pembicaraan seseorang.

Apabila kita telah mengetahui suatu hal yang sedang dibicarakan lawan bicara kita, maka hendaknya jangan menampakkan atau mengucapkan bahwa kita telah mengetahui hal tersebut, karena hal itu dapat mengecewakan lawan bicara kita.

Apabila seseorang berbicara atau bercerita tentang suatu hal yang dinukil (diambil) dari suatu kitab, akan tetapi cerita atau pembicaraannya tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis dalam kitab, maka jangan menyalahkannya, apabila cerita atau pembicaraannya tersebut tidak menyangkut suatu hukum dan agama. Apabila pembicaraannya menyangkut suatu hukum atau agama, maka hendaklah menegurnya dengan adab yang baik. “Menyakiti hati seorang mu’min, maka dosanya lebih besar dari pada menghancurkan 60 Ka’bah.” (Hadist)

Jangan kamu masuk/bicara pada suatu urusan yang kita tidak ada hubungannya dengan urusan atau kepentingan tersebut.

Jangan kamu banyak mengucapkan sumpah dengan nama Allah (Demi Allah), meskipun kamu berada pada pihak yang benar. Terkecuali ada hajat yang menyangkut harta atau jiwa, maka kita diperbolehkan bersumpah atas nama Allah.

Dalam suatu riwayat sewaktu Syaidina Ali menjabat sebagai Khalifah, ia pernah kehilangan pedangnya. Pada suatu ketika ia melihat pedangnya ada di tangan seorang Yahudi. Sebagai kepala negara yang bijak ia tidak langsung merebut pedang tersebut, akan tetapi melaporkannya pada seorang hakim. Hakim lalu memanggil orang Yahudi tersebut. Hakim bertanya kepada Yahudi: “Apakah pedang yang ada padanya adalah milik Syaidina Ali?” Orang Yahudi tersebut bersumpah bahwa pedang yang berada ditangannya bukan milik Syaidina Ali, melainkan miliknya. Hakim bertanya kepada Syaidina Ali: “Apakah engakau mempunyai saksi dan bukti bahwa pedang tersebut adalah milikmu?” Syaidina Ali menjawab: “ Tidak, wahai hakim.” Kemudian hakim memutuskan, jika demikian maka Syaidina Ali tidak berhak atas pedang tersebut. Mendengar keputusan hakim yang tidak memihak kepada kepala negara, orang Yahudi tersebut merasa kagum dan menyatakan masuk Islam, serta mengembalikan pedang yang ada padanya kepada Syaidina Ali dan berterus terang bahwa ia telah berbohong.

Jangan kamu berdusta (berbohong), karena dusta berlawanan dengan Iman. Bila seorang hamba 1 kali berdusta dengan jalan bersumpah, maka malaikat akan menjauh sejarak 1 mil karena bau dari dusta tersebut. (Hadist)

Setiap dusta akan dicatat sebagai perbuatan dosa, kecuali dalam 3 hal, yaitu:
1. Seorang suami yang berbohong kepada istrinya dengan tujuan untuk menyenangkan hati istrinya.
2. Dustanya seorang lelaki di dalam medan perang.
3. Dustanya seseorang dengan tujuan untuk mendamaikan dua orang yang sedang berselisih.